Andai Ku Tahu.
Cerita ini saya karang dulu waktu ketika lagi ngetrendnya lagu "Andai ku tahu" yang juga terinspirasi oleh lagu tersebut.
Bila ada kesamaan cerita atau mungkin cerita ini kurang menarik harap dimaklumi....
Alkisah ada seseorang yang bernama Ridwan yang hidupnya menderita sakit menahun.
Selama hidupnya, Ridwan tetap menjalani hidup dengan sabar dan tabah.
Melihat derita yang dialami Ridwan, Amin sahabat karib Ridwan teramat sedih. Walau telah terbiasa melihat sang sahabat menderita, tapi setiap kali Ridwan merintih menahan sakitnya, Amien selalu saja meneteskan air matanya.
Bosan dengan penderitaan sahabatnya itu, Amien berkeluh kesah dalam setiap shalatnya. Dia slalu mempertanyakan keadilan yang dijanjikan ALLAH SWT. kepada setiap manusia.
Pada suatu ketika, penyakit Ridwan kambuh, kali ini Ridwan merasakan penderitaan yang jauh lebih mendera ketimbang biasanya, sehingga harus menjalani pemeriksaan di sebuah rumah sakit.
Pada suatu ketika, penyakit Ridwan kambuh, kali ini Ridwan merasakan penderitaan yang jauh lebih mendera ketimbang biasanya, sehingga harus menjalani pemeriksaan di sebuah rumah sakit.
Setelah menjalani pemeriksaan, dokter-dokter yang merawat Ridwan memvonis bahwa Ridwan terserang suatu penyakit ganas dan diperkirakan umurnya hanya tersisa sampai 4 bulan lagi.
Mendengar berita itu, Amin bersedih dan marah kepada ALLAH SWT. Amin kembali mempertanyakan tentang keadilan. "Ya ALLAH, bukankah kau Maha Adil, tapi dimana keadilan itu, lihatlah Ridwan, bertahun ia menderita, tak mengenal sedikitpun kebahagiaan.
Apakah itu adil Ya ALLAH?" Ucap Amin dalam doanya.
Amin mulai jenuh berdoa, jarang shalat sebagai langkah protes.
Apakah itu adil Ya ALLAH?" Ucap Amin dalam doanya.
Amin mulai jenuh berdoa, jarang shalat sebagai langkah protes.
Melihat itu Ridwan ikut bersedih dan memanggil sahabat itu.
"Amin, kulihat engkau akhir-akhir ini jarang beribadah, Ada apa denganmu?" tanya Ridwan.
"beribadah wan? Buat apa? Kau lihat saja selama ini, kau selalu taat dalam ibadahmu, shalatmu disiplin dan terjadwal, puasamu puasa Daud, bahkan shalat malam pun enggan kau tinggalkan, tapi apa balasan? Tak satupun kebahagiaan yang pernah kau rasakan, bahkan penderitaan yang menahun yang kau enyam. Bertahun tahun menderita, ditambah dengan vonis umur yang tinggal sesaat, apa itu yang kau katakan sebagai keadilan? Mana keadilan itu wan?" jerit Amin mengeluarkan semua uneg-uneg kesedihannya.
"Amin, kulihat engkau akhir-akhir ini jarang beribadah, Ada apa denganmu?" tanya Ridwan.
"beribadah wan? Buat apa? Kau lihat saja selama ini, kau selalu taat dalam ibadahmu, shalatmu disiplin dan terjadwal, puasamu puasa Daud, bahkan shalat malam pun enggan kau tinggalkan, tapi apa balasan? Tak satupun kebahagiaan yang pernah kau rasakan, bahkan penderitaan yang menahun yang kau enyam. Bertahun tahun menderita, ditambah dengan vonis umur yang tinggal sesaat, apa itu yang kau katakan sebagai keadilan? Mana keadilan itu wan?" jerit Amin mengeluarkan semua uneg-uneg kesedihannya.
Melihat protes Amin, Ridwan pun ikut bersedih, bagaimanapun juga Ridwan hanya manusia biasa, yang punya rasa sedih dan sakit. Namun Ridwan mencoba bersabar.
"Min, sesungguhnya aku telah merasakan kebahagiaan-kebahagian yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, memilikimu sebagai sahabat karib, merupakan salah satu anugerah yang terindah. Disaat ku terbaring menderita, kau selalu berada disampingku. Aku yakin, bila ku dapat membagi sakitku ini, kau pun akan rela menampung lebih dari setengah rasa sakit itu.
"Min, sesungguhnya aku telah merasakan kebahagiaan-kebahagian yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, memilikimu sebagai sahabat karib, merupakan salah satu anugerah yang terindah. Disaat ku terbaring menderita, kau selalu berada disampingku. Aku yakin, bila ku dapat membagi sakitku ini, kau pun akan rela menampung lebih dari setengah rasa sakit itu.
Sungguh, itu merupakan anugerah terindah bagiku, andai aku tdk menderita, akankah aku mengetahui ketulusan hatimu padaku? Akankah aku rasakan perhatianmu itu padaku?
Mengenai sisa umurku, kau tidak perlu khawatir kawan, bayangkan, selama ini saudara-saudara kita selalu dipenuhi pertanyaan kapan mereka akan mati, apakah mereka akan hidup kekal sehingga mereka terkadang melupakan bahwa suatu saat mereka akan mati, tapi mereka tidak pernah menggunakan sisa umurnya untuk beribadah dan berbagi, hanya berfoya-foya. Sedangkan, aku menerima 3 anugerah dari jatuhnya vonis Ini, yaitu :
1. Aku diingatkan bahwa aku sebentar lsgi akan meninggalkan dunia ini, maka di sisa hidupku ini aku ingin mencari bekal untuk kehidupanku disana kelak.
2. Aku diberi keringanan untuk menjalani sakitku ini hanya untuk beberapa bulan lagi min, tidak untuk selamanya.
3. Minimal aku bisa memperhitungkan, kapan aku mati, sehingga aku bisa meminta maaf kepada semua orang yang pernah aku sakiti, membayar semua hutang yang pernah ku nikmati dan segera bertaubat.
Jadi, apalagi yang aku minta min?
Apakah engkau menginginkan aku hidup tersiksa seperti yang lalu min?
Bila engkau menyayangi aku layaknya saudara, tentu engkau akan memahami kebahagiaan atas semua anugerah yang ku alami ini min." ucap Ridwan sambil menangis. Amin terdiam mendengar penjelasan sahabat itu.
Itulah kenangan terindah yang dapat amin kenang tentang Ridwan, karena selang dua bulan berikutny ALLAH telah mengambil nyawa Ridwan. Ucapan Ridwan menyadarkan Amin bahwa keadilan bukanlah suatu bentuk yang dipaksakan, bukan pula sesuatu yang selalu sesuai dengan apa yang diharapkan manusia.
Keadilan itu pasti datang, walau dalam bentuknya yang tidak dapat kita rasakan secara universal.
Mataram, beberapa tahun yang lalu.
By Rizky H.R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar