Cari Blog Ini

Jumat, 11 Desember 2009

The Power Of Shodaqoh

Hudzaifah.org - Muhammad bin Bakr Al Khuza'i meriwayatkan: ada seorang wanita yang mempunyai anak lelaki, lalu anak itu hilang lama sekali, dan wanita itu telah putus asa dalam mencarinya.


Pada suatu hari wanita itu duduk dan makan, ketika dia baru membelah rotinya dan akan memasukkan ke mulutnya, datanglah seorang pengemis meminta makan, maka wanita itu mengurungkan niatnya memakan roti dan memberikan serta bersedekah dengan roti itu semuanya kepada pengemis itu, maka dia menjalani malam dan siang harinya dalam keadaan lapar.


Setelah berlalu beberapa hari, datanglah anaknya. Anaknya menceritakan kepada ibunya pengalaman yang mengerikan yang terjadi pada dirinya. Anak itu bercerita: pengalaman yang mengerikan itu terjadi ketika aku sedang melintasi hutan di daerah tertentu, tiba-tiba datanglah seekor singa, dia menerkamku di punggung keledai yang aku tunggangi. Singa itu menancapkan taringnya pada ransel yang aku bawa yang berisi pakaianku dan bekal. Tetapi taringnya yang besar itu tidak sampai ke badanku, hanya saja aku sangat ketakutan dan kebingungan yang membuat akalku tidak dapat berpikir, lalu singa itu menyeretku memasuki hutan yang ada di sana, lalu singa itu meletakkan aku untuk dimangsanya.



Tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang sangat besar badannya serta berbaju putih, dia mendekati singa itu dan menangkapnya tanpa mempergunakan senjata, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dan membantingnya ke tanah, lalu dia berkata: "Bangunlah, sesuap dengan sesuap." Singa itupun berlari, kesadaranku kembali akupun mencari orang itu tetapi aku tidak menemukannya, kemudian aku duduk di tempatku beberapa saat sampai kekuatanku kembali, lalu aku periksa diriku dan tidak aku dapati luka sedikitpun, maka aku berjalan menyusul rombonganku, merekapun terkejut dan merasa takjub ketika melihatku, lalu aku menceritakan kejadian yang aku alami kepada mereka.



Tetapi aku tidak mengerti makna ucapan orang yang menolongku: "Sesuap dengan sesuap."Sang ibupun mencocokkan kejadian itu. Ternyata saat itu bertepatan setelah dia membatalkan memakan roti lalu disedekahkan.

Andai Ku Tau

Andai Ku Tahu.


Cerita ini saya karang dulu waktu ketika lagi ngetrendnya lagu "Andai ku tahu" yang juga terinspirasi oleh lagu tersebut.


Bila ada kesamaan cerita atau mungkin cerita ini kurang menarik harap dimaklumi....

Alkisah ada seseorang yang bernama Ridwan yang hidupnya menderita sakit menahun.
Selama hidupnya, Ridwan tetap menjalani hidup dengan sabar dan tabah.

Melihat derita yang dialami Ridwan, Amin sahabat karib Ridwan teramat sedih. Walau telah terbiasa melihat sang sahabat menderita, tapi setiap kali Ridwan merintih menahan sakitnya, Amien selalu saja meneteskan air matanya.



Bosan dengan penderitaan sahabatnya itu, Amien berkeluh kesah dalam setiap shalatnya. Dia slalu mempertanyakan keadilan yang dijanjikan ALLAH SWT. kepada setiap manusia.
Pada suatu ketika, penyakit Ridwan kambuh, kali ini Ridwan merasakan penderitaan yang jauh lebih mendera ketimbang biasanya, sehingga harus menjalani pemeriksaan di sebuah rumah sakit.

Setelah menjalani pemeriksaan, dokter-dokter yang merawat Ridwan memvonis bahwa Ridwan terserang suatu penyakit ganas dan diperkirakan umurnya hanya tersisa sampai 4 bulan lagi.

Mendengar berita itu, Amin bersedih dan marah kepada ALLAH SWT. Amin kembali mempertanyakan tentang keadilan. "Ya ALLAH, bukankah kau Maha Adil, tapi dimana keadilan itu, lihatlah Ridwan, bertahun ia menderita, tak mengenal sedikitpun kebahagiaan.

Apakah itu adil Ya ALLAH?" Ucap Amin dalam doanya.
Amin mulai jenuh berdoa, jarang shalat sebagai langkah protes.
Melihat itu Ridwan ikut bersedih dan memanggil sahabat itu.
"Amin, kulihat engkau akhir-akhir ini jarang beribadah, Ada apa denganmu?" tanya Ridwan.
"beribadah wan? Buat apa? Kau lihat saja selama ini, kau selalu taat dalam ibadahmu, shalatmu disiplin dan terjadwal, puasamu puasa Daud, bahkan shalat malam pun enggan kau tinggalkan, tapi apa balasan? Tak satupun kebahagiaan yang pernah kau rasakan, bahkan penderitaan yang menahun yang kau enyam. Bertahun tahun menderita, ditambah dengan vonis umur yang tinggal sesaat, apa itu yang kau katakan sebagai keadilan? Mana keadilan itu wan?" jerit Amin mengeluarkan semua uneg-uneg kesedihannya.


Melihat protes Amin, Ridwan pun ikut bersedih, bagaimanapun juga Ridwan hanya manusia biasa, yang punya rasa sedih dan sakit. Namun Ridwan mencoba bersabar.
"Min, sesungguhnya aku telah merasakan kebahagiaan-kebahagian yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, memilikimu sebagai sahabat karib, merupakan salah satu anugerah yang terindah. Disaat ku terbaring menderita, kau selalu berada disampingku. Aku yakin, bila ku dapat membagi sakitku ini, kau pun akan rela menampung lebih dari setengah rasa sakit itu.
Sungguh, itu merupakan anugerah terindah bagiku, andai aku tdk menderita, akankah aku mengetahui ketulusan hatimu padaku? Akankah aku rasakan perhatianmu itu padaku?
Mengenai sisa umurku, kau tidak perlu khawatir kawan, bayangkan, selama ini saudara-saudara kita selalu dipenuhi pertanyaan kapan mereka akan mati, apakah mereka akan hidup kekal sehingga mereka terkadang melupakan bahwa suatu saat mereka akan mati, tapi mereka tidak pernah menggunakan sisa umurnya untuk beribadah dan berbagi, hanya berfoya-foya. Sedangkan, aku menerima 3 anugerah dari jatuhnya vonis Ini, yaitu :
1. Aku diingatkan bahwa aku sebentar lsgi akan meninggalkan dunia ini, maka di sisa hidupku ini aku ingin mencari bekal untuk kehidupanku disana kelak.
2. Aku diberi keringanan untuk menjalani sakitku ini hanya untuk beberapa bulan lagi min, tidak untuk selamanya.
3. Minimal aku bisa memperhitungkan, kapan aku mati, sehingga aku bisa meminta maaf kepada semua orang yang pernah aku sakiti, membayar semua hutang yang pernah ku nikmati dan segera bertaubat.

Jadi, apalagi yang aku minta min?
Apakah engkau menginginkan aku hidup tersiksa seperti yang lalu min?
Bila engkau menyayangi aku layaknya saudara, tentu engkau akan memahami kebahagiaan atas semua anugerah yang ku alami ini min." ucap Ridwan sambil menangis. Amin terdiam mendengar penjelasan sahabat itu.

Itulah kenangan terindah yang dapat amin kenang tentang Ridwan, karena selang dua bulan berikutny ALLAH telah mengambil nyawa Ridwan. Ucapan Ridwan menyadarkan Amin bahwa keadilan bukanlah suatu bentuk yang dipaksakan, bukan pula sesuatu yang selalu sesuai dengan apa yang diharapkan manusia.

Keadilan itu pasti datang, walau dalam bentuknya yang tidak dapat kita rasakan secara universal.

Mataram, beberapa tahun yang lalu.
By Rizky H.R.

Tuhan itu Ada ??? (buat mereka yang sedang berpikir)

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang TUHAN.

Si tukang cukur bilang ”Saya tidak percaya kalau TUHAN itu ada” “Kenapa kamu berkata begitu ?” tanya si konsumen.“Begini, coba kamu perhatikan di depan sana, di jalanan. untuk menyadari bahwa TUHAN itu tidak ada”.“Katakan kepadaku, jika TUHAN itu ada. Adakah yang sakit? Adakah anak-anak terlantar? Adakah yang hidupnya susah?”“Jika TUHAN ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan”“Saya tidak dapat membayangkan TUHAN Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi”.

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon apa yang dikatakan si tukang cukur tadi, karena dia tidak ingin terlibat adu pendapat.Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar, kotor dan brewok, tidak pernah dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur tadi dan berkata :“Kamu tahu, sebenarnya di dunia ini TIDAK ADA TUKANG CUKUR..!”Si tukang cukur tidak terima, dia bertanya : ”Kamu kok bisa bilang begitu?” “Saya tukang cukur dan saya ada di sini. Dan barusan saya mencukurmu!”,,“Tidak!”, elak si konsumen.“Tukang cukur itu "TIDAK ADA! Sebab jika tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana,“, si konsumen menambahkan.,“Ah tidak, tapi tukang cukur itu tetap ada!”,, sanggah si tukang cukur.“Apa yang kamu lihat itu adalah SALAH MEREKA SENDIRI, mengapa mereka tidak datang kepada saya untuk mencukur dan merapikan rambutnya?,” jawab si tukang cukur membela diri.

“COCOK, SAYA SETUJU..!”, kata si konsumen.“Itulah point utamanya! Sama dengan TUHAN”“Maksud kamu bagaimana?” tanya si tukang cukur tidak mengerti. Sebenarnya TUHAN ITU ADA ! Tapi apa yang terjadi sekarang ini. Mengapa orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU mencari-NYA..?

Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini. Si tukang cukur terbengong !! Dalam hati dia berkata : “Benar juga apa kata dia…”Sorce: http://www.isdaryanto.com

Ilmu Pembersih Hati

Ilmu Pembersih Hati- Aa Gym:





Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermanfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermanfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.

Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."

Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!

Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.

Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.

Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?

Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.***